Perlawanan Mafia Pangan Terbuka, Rakyat Dipaksa Beli Beras Khusus
By ommed
nusakini.com – Pengamat pangan dari Aliansi Masyarakat Penyelamat Pertanian Indonesia, Debi Syahputra mengecam keras praktik produsen dan pasar ritel modern yang hingga kini enggan menghadirkan kembali beras medium dan premium di pasaran. Sebaliknya, rak-rak toko justru dipenuhi beras khusus fortifikasi dengan harga tinggi yang memberatkan rakyat kecil.
Menurut Debi, langkah produsen tersebut bukanlah kebetulan, melainkan bentuk kesengajaan dan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. “Ini jelas perlawanan mafia pangan. Produsen mendapat keuntungan dari subsidi pemerintah yang nilainya Rp155,5 triliun tahun ini, termasuk pupuk bersubsidi hingga 9,5 juta ton. Tapi rakyat justru dipaksa membeli beras mahal. Negara tidak boleh kalah,” tegasnya.
Debi menyebut beras fortifikasi yang dijual dengan harga Rp20.000–35.000 per kilogram telah mendominasi pasar, sementara beras medium dan beras premium semakin langka. “Kondisi ini membuktikan adanya upaya sistematis untuk menggeser konsumsi masyarakat dari beras terjangkau ke beras mahal,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa fenomena tersebut tidak bisa dianggap enteng. “Ini bukan sekadar permainan pasar, tapi perlawanan nyata dari kelompok yang ingin menguasai distribusi pangan. Mereka menantang negara secara terbuka,” tambahnya.
Untuk itu, Debi mendesak Satgas Pangan Polri segera turun tangan memeriksa produsen dan pasar ritel yang terbukti menolak kembali menjual beras medium dan premium. “Satgas Pangan harus bertindak cepat. Jangan biarkan mafia pangan mengendalikan pasar sesuka hati. Pemerintah sudah menyalurkan subsidi besar, hasilnya harus dirasakan rakyat, bukan dinikmati segelintir pelaku usaha,” tegas Debi.
Debi juga meminta Badan Pangan Nasional, Kementerian Perdagangan, dan Satgas Pangan Mabes Polri mengambil langkah nyata dalam mengawasi distribusi. “Bapanas jangan hanya memberi komentar, tapi harus mengorkestrasi logistik. Negara harus hadir, memastikan beras medium dan premium tersedia di pasar dengan harga wajar. Ini soal kedaulatan pangan, dan negara tidak boleh kalah,” pungkasnya. (*)